A.
Variasi Bahasa
Variasi bahasa adalah
macam-macam bentuk bahasa yang berbeda. Perbedaan bahasa
masyarakat tampak jelas pada lafad, kaidah dan
kata pada keturunan masyarakat bahasa. Dari sini muncul perbedaan
yang jelas pada accent atau bagaimana
masyarakat itu mengucapkan bahasa, dari
sisi lain perbedaan yang jelas juga muncul dari lafad, kaidah serta kata yang
diucapkan oleh pemilik bahasa khususnya gaya bahasa yang digunakan masyarakat
dari masa ke masa sehingga menjadi bahasa negara.[1]
Sebagai sebuah langue (bahasa)
mempunyai sistem dan subsistem yang dipahami oleh semua penutur bahasa. Namun,
karena penutur bahasa tersebut, berada dalam masyarakat tutur yang bukan termasuk
kumpulan manusia yang homogen, maka wujud bahasa yang kongkret, yang (parole), menjadi tidak seragam. Bahasa itu menjadi beragam dan bervariasi
(catatan: istilah variasi sebagai padanan kata inggris variety
bukan variation). Terjadinya keragaman disebabkan oleh penuturnya yang
tidak homogen, dan juga karena kegiatan interaksi sosial yang
mereka lakukan sangat beragam.[2]
B.
Variasi bahasa dari segi penutur (متكلم)
Variasi bahasa dari segi penutur terbagi menjadi empat macam,
yaitu:
1.
Dari
segi perseorangan (اللهجة الفردية/idiolect)
Kumpulan bentuk kalimat yang digunakan setiap individu atau cara khas
individu yang berbeda ketika mengucapkan kalimat dalam satu bahasa dan satu
gaya bahasa.[3]
Setiap orang mempuanyai idoleknya masing-masing. Variasi idiolek ini berkenaan dengan “warna” suara, pilihan
kata, gaya bahasa, susunan kalimat, dan sebagainya. Namun yang paling dominan
adalah warna suara itu, sehingga jika kita cukup akrab dengan seseorang, hanya
dengan mendengar suara bicara tanpa melihat orangnya kita dapat mengenalinya.[4]
Idiolek juga disebut sebagai keseluruhan dari
ciri-ciri bahasa perseorangan. Misalnya seorang senang sekali mengakhiri
tuturnya dengan kata bukan?, sedangkan orang yang lain tidak suka dengan
kebisaan itu. Kesemuanya ini merupakan ciri-ciri khas yang terdapat pada
ujaran/ucapan seseorang.[5]
2.
Dari
segi sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada satu tempat,
wilayah, atau area tertentu (اللهجة/dialect).
Dialek ini didasarkan pada wilayah atau area tempat tinggal
penutur, maka dialek ini lazim disebut dialek areal, dialek regional
atau dialek geografi. Para penutur dalam suatu dialek, meskipun mereka
mempunyai idioleknya masing-masing, mereka memiliki kesamaan ciri yang menandai
bahwa mereka berada pada satu dialek.[6] Beberapa
dialek regional, misalnya bahasa jawa dialek Banyumas,
dialek Tegal, dialek Banten, dan
sebagainya.
3.
Dari
bahasa yang digunakan oleh sekelompok orang sosial pada masa tertentu (kronolek/temporal
dialect)
Gaya bahasa yang ada dan digunakan pada masa tertentu dari beberapa
tingkatan masa perkembangan bahasa.[7]
Variasi bahasa indonesia pada tahun tiga puluhan,
variasi yang digunakan tahun limapuluhan, dan variasi yang digunakan pada masa
kini. Variasi yang terjadi pada ketiga zaman itu tentunya berbeda, baik dari
segi lafal, ejaan, morfologi, maupun sintaksis. Yang paling tampak biasanya
dari segi leksikon/mufrodat, karena bidang ini mudah sekali berubah akibat
perubahan sosial budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi.
4.
Berkenaan
dengan status, golongan, dan kelas sosial penuturnya (sosiolect).
Adalah variasi gaya bahasa yang digunakan manusia menurut tingkatan
mereka di masyarakat[8]. Variasi
ini menyangkut semua masalah pribadi para penuturnya, sepeti usia, pendidikan,
seks, pekerjaan, tingkat kebangsawanan, keadaan sosial ekonomi, dan sebagainya.
Berdasarkan usia kita bisa melihat variasi bahasa yang digunakan kanak-kanak,
para remaja, orang dewasa, dan orang-orang yang tergolong lansia.
Sehubungan dengan variasi bahasa yang berkenaan
dengan tingkat golongan, status, dan kelas sosial para penuturnya, dikemukakan juga
variasi bahasa yang disebut akrolek, basilek, vulgar, slang, kolokial, jargon,
argot, dan ken.
Akrolek adalah variasi sosial yang dianggap lebih tinggi/lebih
bergengsi daripada variasi sosial lainnya. Misal, bahasa Jawa Kedaton
yang khusus digunakan oleh para bangsa keraton jawa, dialek Jakarta
pada bahasa Indonesia semakin bergengsi sebagai salah satu ciri kota
metropolitan, sebab para remaja merasa bangga bisa berbicara dalam dialek Jakarta
itu.
Basilek adalah variasi sosial yang dianggap kurang
bergengsi/tingkat rendah. Bahasa Inggris yang
yang digunakan oleh para cowboy dan kuli tambang dapat dikatakan sebagai
basilek, karena masih ada variasi bahasa yang lebih tinggi tingkatannya
daripada itu.
Vulgar adalah variasi yang ciri-cirinya tampak pada pemakaian
bahasa mereka yang kurang terpelajar atau dari kalangan mereka
yang tidak berpendidikan. Variasi bahasa yang digunakan oleh orang awam dalam
berkomunikasi[9]. Dialek orang Mesir dikenal
sebagai dialek orang pasar yang sering digunakan oleh orang awam, sedangkan
para budayawan memakai dialek bahasa fusha dalam segala kegiatan mereka.[10]
Slang adalah variasi sosial yang bersifat khusus dan rahasia.
Artinya, variasi ini digunakan oleh orang tertentu yang sangat terbatas dan
tidak boleh diketahui oleh kalangan di luar kelompok itu.[11]
Variasi bahasa ini digunakan pada saat-saat tertentu, berubah-ubah sesuai
dengan situasi dan kondisi.
Kolokial adalah variasi sosial atau ungkapan
yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa.[12] Kolokial berarti bahasa
percakapan (المحادثة
الشفوية), bukan bahasa tulis (الكتابة). Dalam bahasa Indonesia percakapan
yang banyak digunakan adalah bentuk-bentuk
kolokial, seperti dok (=dokter), prof (=profesor), let
(=letnan), ndak ada (=tidak ada) dan sebagainya.
Jargon adalah variasi sosial yang digunakan secara terbatas oleh
kelompok-kelompok sosial tertentu. Ungkapan yang digunakan seringkali tidak
dapat dipahami oleh masyarakat umum atau masyarakat di luar
kelompoknya. Namun, ungkapan-ungkapan tersebut tidak bersifat rahasia, seperti
ungkapan pegawai bank, tukang batu dan sebagainya.
Argot adalah variasi sosial yang digunakan secara terbatas pada
profesi-profesi tertentu dan bersifat rahasia. Letak kekhususannya pada kosa
kata, misal ungkapan yang digunakan pencuri atau pencopet
dalam dunia kejahatan seperti, barang=mangsa, kacamata=polisi, daun=uang, dan
lain-lain.
Ken (Inggris=cant) adalah variasi sosial tertentu yang bernada “memelas”
biasa dipakai oleh pengemis.
C.
Variasi Bahasa Dari Segi Pemakaian (fungsiolek)
Variasi ini dibicarakan berdasarkan bidang penggunaan, gaya, atau
tingkat keformalan dan sarana penggunaan. Variasi bahasa pada bidang ini adalah
menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan apa dan bidang apa. Misalnya
dalam bidang jurnalistik, ekonomi, militer, pendidikan dan lain sebagainya.
Dalam variasi ini yang paling Nampak cirinya adalah dalam bidang kosakata.
Setiap bidang ini mempunyai kosakata khusus yang tidak digunakan dalam bidang
lain. Namun demikian, variasi dalam bidang ini tampak pula dalam tataran
morfologi dan sintaksis.
Intinya bahasa dalam variasi ini adalah bahasa yang menunjukkan
perbedaan ditinjau dari segi siapa yang menggunakan bahsa tersebut.[13]
D.
Variasi Bahasa Dari Segi keformalan
Martin Joos dalam bukunya The Five Clock membagi variasi bahasa
atas lima macam gaya (style), yaitu: gaya/ragam beku (frozen),
gaya resmi (formal), gaya usaha (konsultatif), gaya santai
(casual), dan gaya akrab (intimate).
Ragam beku adalah variasi bahasa yang paling formal, yang digunakan
dalam situasi-situasi khidmat dan upacara-upacara resmi, misalnya, dalam
upacara kenegaraan, khutbah di masjid, kitab undang-undang, akte notaris dan
sebagainya. Disebut ragam beku karena pola dan kaidahnya sudah ditetapkan
secara mantab, tidak boleh diubah-ubah.
Ragam resmi/formal adalah variasi bahasa yang digunakan dalam
pidato kenegaraan, rapat dinas, dan surat menyurat dinas dan sebagainya. Pola
dan kaidah ragam resmi sudah ditetapkan secara mantab sebagai suatu standar.
Ragam ini pada dasarnya sama dengan ragam bahasa baku yang digunakan dalam
situasi resmi, dan tidak digunakan dalam situasi yang tidak resmi.
Ragam konsultatif adalah variasi bahasa yang lazim digunakan dalam
pembicaraan biasa di sekolah, dan rapat-rapat atau pembicaraan yang
berorientasi pada hasil atau produksi.
Ragam santai/casual adalah variasi bahasa yang digunakan dalam
situasi tidak resmi untuk berbincang-bincang dengan keluarga atau teman karib
pada waktu beristirahat, berekreasi dan sebagainya. Ragam santai ini bayanyak
menggunakan bentuk alegro. Yakni bentuk kata atau ujaran yang dipendekkan.
Ragam akrab/intim adalah variasi bahasa yang biasa digunakan
penutur yang hubungannya sudah akrab seperti antar keluarga atau antarteman
yang sudah karib. Ragam ini ditandai dengan penggunaan bahasa yang tidak
lengkap, pendek-pendek dengan artikulasi yang tidak jelas.
E.
Variasi Bahasa Dari Segi Sarana
Dalam bab ini dapat disebut adanya ragam lisan dan ragam tulis,
atau juga ragam dalam berbahasa dengan menggunakan sarana atau alat
tertentu, yakni misalnya dalam bertelepon
dan betelegraf. Adanya ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis didasarkan
pada kenyataan bahwa bahasa lisan dan bahasa tulis memiliki wujud struktur yang
tidak sama. Hal ini disebabkan bahasa lisan dan bahasa tulis memiliki wujud struktur
yang tidak sama. Bahasa lisan dalam menyampaikan informasi secara lisan dibantu
oleh unsur-unsur nonsegmental atau unsur nonlinguistik yang berupa nada suara, gerak-gerik
tangan, gelengan kepala dan sebagainya. Padahal dalam bahasa tulis hal-hal yang
tersebut tidak ada. Misal bahasa lisan, “Tolong pindahkan ini!” dengan menunjuk
atau mengarahkan pandangan pada kursi itu, dalam bahasa tulis, “Tolong
pindahkan kursi itu!” secara eksplisit menyebutkan kata kursi.[14]
F.
Jenis jenis bahasa
1. Parent language
Adalah bahasa yang menjadi pokok atau dasar
terbentuknya 1 bahasa lain atau lebih. Sebagai contoh bahasa latin yang menjadi
asal terbentuknya bahasa Portugal, Spanyol, Italia, Roma dan lain sebagainya.
2. Descendant language
Adalah bahasa atau cabang bagian dari parent
language. Misalnya bahasa Spanyol dari bahasa Latin, bahasa Arab yang menjadi
cabang dari bahasa samiyah.
3. Sister language
Adalah bahasa yang menjadi padanan dari bahasa
lain dari segi turunannya. Contoh: bahasa Italia menjadi padanan bahasa Persi
karena kedua berasal dari bahasa yang sama yaitu bahasa Latin.
4. Living language
Adalah bahasa yang masih digunakan dalam adat
pembicaraan sehari-hari, yang tidak ditinggalkan oleh penutur aslinya. Bahasa
ini tidak cukup jika hanya digunakan dalam konteks agama atau bahasa ilmiah
saja, akan tetapi haru digunakan dalam percakapan sehari.
5. Extinct language
Bahasa yang telah mati atau punah yang
digunakan di masa lampau yang sudah tidak digunakan dalam bahasa sehari-hari,
hanya sebatas teori saja. Contohnya adalah bahasa Suryani dan Ibrani, yang
ditemukan oleh ilmuan melalui penelitian atau dari buku-buku sejarah,
peninggalan-peninggalan (artefak) atau warisan pustaka.
[1] M. Afifuddin
Dimyati, Muhadharah Fi Ilm Lugah Ijtima’i, (Surabaya, Dar al-Ulum
al-Lughawiyah, 2010), hal. 61.
[2] Abdul Chaer
& Leonie Agustina, Sosiolinguistik Pengenalan Awal, (Jakarta: Rineka
Karya, 1995), hal. 80.
[3] M. Afifuddin
Dimyati, Muhadharah Fi Ilm Lugah Ijtima’i, (Surabaya, Dar al-Ulum
al-Lughawiyah, 2010), hal. 61.
[4] Abdul Chaer
& Leonie Agustina, Sosiolinguistik Pengenalan Awal, (Jakarta: Rineka
Karya, 1995), hal. 80.
[6] Abdul
Chaer & Leonie Agustina, Sosiolinguistik Pengenalan Awal, (Jakarta:
Rineka Karya, 1995), hal. 84.
[7] M. Afifuddin
Dimyati, Muhadharah Fi Ilm Lugah Ijtima’i, (Surabaya, Dar al-Ulum
al-Lughawiyah, 2010), hal. 63.
[8] Ibid, hal. 63.
[9]Abdul Chaer
& Leonie Agustina, Sosiolinguistik Pengenalan Awal, (Jakarta: Rineka
Karya, 1995), hal. 87.
[10]M. Afifuddin
Dimyati, Muhadharah Fi Ilm Lugah Ijtima’i, (Surabaya, Dar al-Ulum
al-Lughawiyah, 2010), hal. 65.
[11]Abdul Chaer
& Leonie Agustina, Sosiolinguistik Pengenalan Awal, (Jakarta: Rineka
Karya, 1995), hal. 87.
[12]M. Afifuddin
Dimyati, Muhadharah Fi Ilm Lugah Ijtima’i, (Surabaya, Dar al-Ulum
al-Lughawiyah, 2010), hal. 65.
[13]
http://ranggaadhityap.blogspot.com/2010/10/variasi-bahasa.html
[14] M. Afifuddin Dimyati, Muhadharah Fi Ilm Lugah Ijtima’i,
(Surabaya, Dar al-Ulum al-Lughawiyah, 2010), hal. 68
Tidak ada komentar:
Posting Komentar