Rabu, 13 Juni 2012

Variasi Bahasa


A.      Variasi Bahasa
Variasi bahasa adalah macam-macam bentuk bahasa yang berbeda. Perbedaan bahasa masyarakat tampak jelas pada lafad, kaidah dan  kata pada keturunan masyarakat bahasa. Dari sini muncul perbedaan yang  jelas pada accent atau bagaimana masyarakat itu mengucapkan  bahasa, dari sisi lain perbedaan yang jelas juga muncul dari lafad, kaidah serta kata yang diucapkan oleh pemilik bahasa khususnya gaya bahasa yang digunakan masyarakat dari masa ke masa sehingga menjadi bahasa negara.[1]
Sebagai sebuah langue (bahasa) mempunyai sistem dan subsistem yang dipahami oleh semua penutur bahasa. Namun, karena penutur bahasa tersebut, berada dalam masyarakat tutur yang bukan termasuk kumpulan manusia yang homogen, maka wujud bahasa yang kongkret, yang (parole), menjadi tidak seragam. Bahasa itu menjadi beragam dan bervariasi (catatan: istilah variasi sebagai padanan kata inggris variety bukan variation). Terjadinya keragaman disebabkan oleh penuturnya yang tidak homogen, dan juga karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat beragam.[2]


B.       Variasi bahasa dari segi penutur (متكلم)
Variasi bahasa dari segi penutur terbagi menjadi empat macam, yaitu:
1.      Dari segi perseorangan (اللهجة الفردية/idiolect)
Kumpulan bentuk kalimat yang digunakan setiap individu atau cara khas individu yang berbeda ketika mengucapkan kalimat dalam satu bahasa dan satu gaya bahasa.[3] Setiap orang mempuanyai idoleknya masing-masing. Variasi idiolek  ini berkenaan dengan “warna” suara, pilihan kata, gaya bahasa, susunan kalimat, dan sebagainya. Namun yang paling dominan adalah warna suara itu, sehingga jika kita cukup akrab dengan seseorang, hanya dengan mendengar suara bicara tanpa melihat orangnya kita dapat mengenalinya.[4]
Idiolek juga disebut sebagai keseluruhan dari ciri-ciri bahasa perseorangan. Misalnya seorang senang sekali mengakhiri tuturnya dengan kata bukan?, sedangkan orang yang lain tidak suka dengan kebisaan itu. Kesemuanya ini merupakan ciri-ciri khas yang terdapat pada ujaran/ucapan seseorang.[5]
2.      Dari segi sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada satu tempat, wilayah, atau area tertentu (اللهجة/dialect).
Dialek ini didasarkan pada wilayah atau area tempat tinggal penutur, maka dialek ini lazim disebut dialek areal, dialek regional atau dialek geografi. Para penutur dalam suatu dialek, meskipun mereka mempunyai idioleknya masing-masing, mereka memiliki kesamaan ciri yang menandai bahwa mereka berada pada satu dialek.[6] Beberapa dialek regional, misalnya bahasa jawa dialek Banyumas, dialek Tegal, dialek Banten, dan sebagainya.

3.      Dari bahasa yang digunakan oleh sekelompok orang sosial pada masa tertentu (kronolek/temporal dialect)
Gaya bahasa yang ada dan digunakan pada masa tertentu dari beberapa tingkatan masa perkembangan bahasa.[7] Variasi bahasa indonesia pada tahun tiga puluhan, variasi yang digunakan tahun limapuluhan, dan variasi yang digunakan pada masa kini. Variasi yang terjadi pada ketiga zaman itu tentunya berbeda, baik dari segi lafal, ejaan, morfologi, maupun sintaksis. Yang paling tampak biasanya dari segi leksikon/mufrodat, karena bidang ini mudah sekali berubah akibat perubahan sosial budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi.



4.      Berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial penuturnya (sosiolect).
Adalah variasi gaya bahasa yang digunakan manusia menurut tingkatan mereka di masyarakat[8]. Variasi ini menyangkut semua masalah pribadi para penuturnya, sepeti usia, pendidikan, seks, pekerjaan, tingkat kebangsawanan, keadaan sosial ekonomi, dan sebagainya. Berdasarkan usia kita bisa melihat variasi bahasa yang digunakan kanak-kanak, para remaja, orang dewasa, dan orang-orang yang tergolong lansia.
Sehubungan dengan variasi bahasa yang berkenaan dengan tingkat golongan, status, dan kelas sosial para penuturnya, dikemukakan juga variasi bahasa yang disebut akrolek, basilek, vulgar, slang, kolokial, jargon, argot, dan ken.
Akrolek adalah variasi sosial yang dianggap lebih tinggi/lebih bergengsi daripada variasi sosial lainnya. Misal, bahasa Jawa Kedaton yang khusus digunakan oleh para bangsa keraton jawa, dialek Jakarta pada bahasa Indonesia semakin bergengsi sebagai salah satu ciri kota metropolitan, sebab para remaja merasa bangga bisa berbicara dalam dialek Jakarta itu.
Basilek adalah variasi sosial yang dianggap kurang bergengsi/tingkat rendah. Bahasa Inggris yang yang digunakan oleh para cowboy dan kuli tambang dapat dikatakan sebagai basilek, karena masih ada variasi bahasa yang lebih tinggi tingkatannya daripada itu.
Vulgar adalah variasi yang ciri-cirinya tampak pada pemakaian bahasa mereka yang kurang terpelajar atau dari kalangan mereka yang tidak berpendidikan. Variasi bahasa yang digunakan oleh orang awam dalam berkomunikasi[9]. Dialek orang Mesir dikenal sebagai dialek orang pasar yang sering digunakan oleh orang awam, sedangkan para budayawan memakai dialek bahasa fusha dalam segala kegiatan mereka.[10]
Slang adalah variasi sosial yang bersifat khusus dan rahasia. Artinya, variasi ini digunakan oleh orang tertentu yang sangat terbatas dan tidak boleh diketahui oleh kalangan di luar kelompok itu.[11] Variasi bahasa ini digunakan pada saat-saat tertentu, berubah-ubah sesuai dengan situasi dan kondisi.
Kolokial adalah variasi sosial atau ungkapan yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa.[12] Kolokial berarti bahasa percakapan (المحادثة الشفوية), bukan bahasa tulis (الكتابة). Dalam bahasa Indonesia percakapan yang banyak digunakan  adalah bentuk-bentuk kolokial, seperti dok (=dokter), prof (=profesor), let (=letnan), ndak ada (=tidak ada) dan sebagainya.
Jargon adalah variasi sosial yang digunakan secara terbatas oleh kelompok-kelompok sosial tertentu. Ungkapan yang digunakan seringkali tidak dapat dipahami oleh masyarakat umum atau masyarakat di luar kelompoknya. Namun, ungkapan-ungkapan tersebut tidak bersifat rahasia, seperti ungkapan pegawai bank, tukang batu dan sebagainya.
Argot adalah variasi sosial yang digunakan secara terbatas pada profesi-profesi tertentu dan bersifat rahasia. Letak kekhususannya pada kosa kata, misal ungkapan yang digunakan pencuri atau pencopet dalam dunia kejahatan seperti, barang=mangsa, kacamata=polisi, daun=uang, dan lain-lain.
Ken (Inggris=cant) adalah variasi sosial tertentu yang bernada “memelas” biasa dipakai oleh pengemis.

C.      Variasi Bahasa Dari Segi Pemakaian (fungsiolek)
Variasi ini dibicarakan berdasarkan bidang penggunaan, gaya, atau tingkat keformalan dan sarana penggunaan. Variasi bahasa pada bidang ini adalah menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan apa dan bidang apa. Misalnya dalam bidang jurnalistik, ekonomi, militer, pendidikan dan lain sebagainya. Dalam variasi ini yang paling Nampak cirinya adalah dalam bidang kosakata. Setiap bidang ini mempunyai kosakata khusus yang tidak digunakan dalam bidang lain. Namun demikian, variasi dalam bidang ini tampak pula dalam tataran morfologi dan sintaksis.
Intinya bahasa dalam variasi ini adalah bahasa yang menunjukkan perbedaan ditinjau dari segi siapa yang menggunakan bahsa tersebut.[13]


D.      Variasi Bahasa Dari Segi keformalan
Martin Joos dalam bukunya The Five Clock membagi variasi bahasa atas lima macam gaya (style), yaitu: gaya/ragam beku (frozen), gaya resmi (formal), gaya usaha (konsultatif), gaya santai (casual), dan gaya akrab (intimate).
Ragam beku adalah variasi bahasa yang paling formal, yang digunakan dalam situasi-situasi khidmat dan upacara-upacara resmi, misalnya, dalam upacara kenegaraan, khutbah di masjid, kitab undang-undang, akte notaris dan sebagainya. Disebut ragam beku karena pola dan kaidahnya sudah ditetapkan secara mantab, tidak boleh diubah-ubah.
Ragam resmi/formal adalah variasi bahasa yang digunakan dalam pidato kenegaraan, rapat dinas, dan surat menyurat dinas dan sebagainya. Pola dan kaidah ragam resmi sudah ditetapkan secara mantab sebagai suatu standar. Ragam ini pada dasarnya sama dengan ragam bahasa baku yang digunakan dalam situasi resmi, dan tidak digunakan dalam situasi yang tidak resmi.
Ragam konsultatif adalah variasi bahasa yang lazim digunakan dalam pembicaraan biasa di sekolah, dan rapat-rapat atau pembicaraan yang berorientasi pada hasil atau produksi.
Ragam santai/casual adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi tidak resmi untuk berbincang-bincang dengan keluarga atau teman karib pada waktu beristirahat, berekreasi dan sebagainya. Ragam santai ini bayanyak menggunakan bentuk alegro. Yakni bentuk kata atau ujaran yang dipendekkan.
Ragam akrab/intim adalah variasi bahasa yang biasa digunakan penutur yang hubungannya sudah akrab seperti antar keluarga atau antarteman yang sudah karib. Ragam ini ditandai dengan penggunaan bahasa yang tidak lengkap, pendek-pendek dengan artikulasi yang tidak jelas.

E.       Variasi Bahasa Dari Segi Sarana
Dalam bab ini dapat disebut adanya ragam lisan dan ragam tulis, atau juga ragam dalam berbahasa dengan menggunakan sarana atau alat tertentu, yakni misalnya dalam bertelepon dan betelegraf. Adanya ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis didasarkan pada kenyataan bahwa bahasa lisan dan bahasa tulis memiliki wujud struktur yang tidak sama. Hal ini disebabkan bahasa lisan dan bahasa tulis memiliki wujud struktur yang tidak sama. Bahasa lisan dalam menyampaikan informasi secara lisan dibantu oleh unsur-unsur nonsegmental atau unsur nonlinguistik yang berupa nada suara, gerak-gerik tangan, gelengan kepala dan sebagainya. Padahal dalam bahasa tulis hal-hal yang tersebut tidak ada. Misal bahasa lisan, “Tolong pindahkan ini!” dengan menunjuk atau mengarahkan pandangan pada kursi itu, dalam bahasa tulis, “Tolong pindahkan kursi itu!” secara eksplisit menyebutkan kata kursi.[14]

F.     Jenis jenis bahasa
1.      Parent language
Adalah bahasa yang menjadi pokok atau dasar terbentuknya 1 bahasa lain atau lebih. Sebagai contoh bahasa latin yang menjadi asal terbentuknya bahasa Portugal, Spanyol, Italia, Roma dan lain sebagainya.
2.      Descendant language
Adalah bahasa atau cabang bagian dari parent language. Misalnya bahasa Spanyol dari bahasa Latin, bahasa Arab yang menjadi cabang dari bahasa samiyah.
3.      Sister language
Adalah bahasa yang menjadi padanan dari bahasa lain dari segi turunannya. Contoh: bahasa Italia menjadi padanan bahasa Persi karena kedua berasal dari bahasa yang sama yaitu bahasa Latin.
4.      Living language
Adalah bahasa yang masih digunakan dalam adat pembicaraan sehari-hari, yang tidak ditinggalkan oleh penutur aslinya. Bahasa ini tidak cukup jika hanya digunakan dalam konteks agama atau bahasa ilmiah saja, akan tetapi haru digunakan dalam percakapan sehari.
5.      Extinct language
Bahasa yang telah mati atau punah yang digunakan di masa lampau yang sudah tidak digunakan dalam bahasa sehari-hari, hanya sebatas teori saja. Contohnya adalah bahasa Suryani dan Ibrani, yang ditemukan oleh ilmuan melalui penelitian atau dari buku-buku sejarah, peninggalan-peninggalan (artefak) atau warisan pustaka.



[1] M. Afifuddin Dimyati, Muhadharah Fi Ilm Lugah Ijtima’i, (Surabaya, Dar al-Ulum al-Lughawiyah, 2010), hal. 61.
[2] Abdul Chaer & Leonie Agustina, Sosiolinguistik Pengenalan Awal, (Jakarta: Rineka Karya, 1995), hal. 80.
[3] M. Afifuddin Dimyati, Muhadharah Fi Ilm Lugah Ijtima’i, (Surabaya, Dar al-Ulum al-Lughawiyah, 2010), hal. 61.
[4] Abdul Chaer & Leonie Agustina, Sosiolinguistik Pengenalan Awal, (Jakarta: Rineka Karya, 1995), hal. 80.
[5] Gorys keraf, Linguistik Bandingan Historis, (Jakarta; Gramedia Pustaka Utama, 1996), hal.144
[6] Abdul Chaer & Leonie Agustina, Sosiolinguistik Pengenalan Awal, (Jakarta: Rineka Karya, 1995), hal. 84.
[7] M. Afifuddin Dimyati, Muhadharah Fi Ilm Lugah Ijtima’i, (Surabaya, Dar al-Ulum al-Lughawiyah, 2010), hal. 63.
[8] Ibid, hal. 63.
[9]Abdul Chaer & Leonie Agustina, Sosiolinguistik Pengenalan Awal, (Jakarta: Rineka Karya, 1995), hal. 87.
[10]M. Afifuddin Dimyati, Muhadharah Fi Ilm Lugah Ijtima’i, (Surabaya, Dar al-Ulum al-Lughawiyah, 2010), hal. 65.
[11]Abdul Chaer & Leonie Agustina, Sosiolinguistik Pengenalan Awal, (Jakarta: Rineka Karya, 1995), hal. 87.
[12]M. Afifuddin Dimyati, Muhadharah Fi Ilm Lugah Ijtima’i, (Surabaya, Dar al-Ulum al-Lughawiyah, 2010), hal. 65.
[13] http://ranggaadhityap.blogspot.com/2010/10/variasi-bahasa.html
[14] M. Afifuddin Dimyati, Muhadharah Fi Ilm Lugah Ijtima’i, (Surabaya, Dar al-Ulum al-Lughawiyah, 2010), hal. 68

Tidak ada komentar:

Posting Komentar